Selasa, 13 Maret 2012

Susahnya Menjadi Kebanggan Orang Tua

Saya adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Kakak saya lahir di Jakarta 26 th yang lalu, usia kami selisih 5 tahun. Kakak saya memang sangat tekun dalam belajar, berbeda sekali dengan saya. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, kakak saya sudah terlihat sangat berprestasi.

Saat itu kakak saya baru berusia 4th dan mendapatkan predikat juara umum sampai lulus SD bahkan sampai SMP. Setelah lulus SMP kakak saya melanjutkan di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor dan tinggal di Bogor bersama nenek saya. Setelah itu kakak lulus saringan masuk Institut Pertanian Bogor fakultas MIPA jurusan analis kimia melalui jalur PMDK. Saat wisuda kakak saya mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik dengan IPK cum load.

Sedangkan saya saat duduk di Sekolah Dasar hanyalah siswi yang biasa-biasa saja di kelas. Saat pembagian rapor pertama kali saya hanya mendapat rangking 9 di kelas. Orang tua saya selalu bilang kalau saya harus seperti kakak yang berprestasi. Setelah cawu ke-2 sampai lulus saya baru mendapatkan rangking 2 besar di kelas, tetapi hanya juara kelas saja bukan juara umum seperti kakak. Di SMP saya mendapatkan rangking satu di kelas I. Pada saat kelas II prestasi saya menurun drastis ke rangking 8 lalu saya pindah sekolah dan mendapatkan rangking 5 di semester berikutnya. Di kelas III saya baru mendapatkan rangking 2 besar sampai lulus.

Saat SMA saya tetap memiliki prestasi yang sama seperti saat di SD dan SMA. Saya mendapatkan rangking 2 besar sampai lulus dan mendapat penghargaan sebagai siswa berprestasi dan menjadi lulusan terbaik di jurusan saya. Penghargaan tersebut sangat berarti bagi saya, dalam fikiran saya mungkin orang tua saya akan merasa senang dengan prestasi yang saya dapatkan. Tetapi hal tersebut sama sekali tidak membuat mereka bangga karena saya gagal masuk universitas negeri seperti kakak. Bahkan mereka sempat berfikir tidak akan menguliahkan saya karena gagal masuk universitas negeri.

Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar saya sempat merasa iri dengan teman-teman saya yang selalu mendapatkan hadiah apabila masuk sepuluh besar. Sedangkan saya apabila mendapat rangking 1 berarti saya bisa liburan dengan tenang tanpa dimarahi, apabila tidak rangking 1 berarti harus siap mendapat perlakuan “dingin” dari orang tua saya selama liburan. Tidak ada hadiah ataupun sejenisnya meskipun menjadi juara kelas 

Memang sebagai adik, saya yang tidak memiliki prestasi dan semangat belajar seperti kakak seringkali mendapat sindiran apabila tidak berprestasi. Misalnya saat SD dan SMP, saya satu sekolah dengan kakak meskipun berbeda tingkat yang cukup jauh, tetapi kakak saya sangat dikenal karena prestasinya. Sehingga orang tua saya pun sangat dikenal oleh guru-guru. Setiap guru yang mengenal kakak dan mengetahui saya adiknya seringkali menganggap saya memiliki kemampuan yang sama sehingga apabila saya tidak mendapat nilai yang memuaskan guru saya akan berkata, “masa kakaknya juara umum adiknya ngerjain soal begini saja tidak bisa”. Rasanya seperti dicubit gorilla.

Begitu juga dengan orang tua saya, apabila saya tidak mendapat juara I maka saya dianggap payah. Bagi orang tua saya anak-anaknya harus menjadi yang terbaik di antara teman-temannya. Bagi kebanyakan orang mungkin IPK hanyalah pelengkap untuk melamar pekerjaan dan tidaklah begitu berati. Asalkan telah memenuhi standar kelulusan maka dianggap sudah lebih dari cukup. Tetapi tidak bagi kedua orang tua saya, bagi mereka saya harus mendapatkan IPK setinggi mungkin dan menjadi lulusan terbaik saat wisuda nanti seperti kakak. Bahkan ayah saya pernah bilang bahwa tidak akan membiayai kuliah saya lagi apabila ada mata kuliah yang tidak lulus atau mengulang.

Memang saya sudah terbiasa sejak kecil seperti itu, tatapi mungkin tidak bagi orang lain. Teman-teman saya menganggap saya tidak perlu mendapat IPK tinggi yang penting telah memenuhi syarat untuk skripsi. Karena IPK saya tersebut tidak akan digunakan pada saat melamar kerja nanti. Tetapi tidak bagi saya, saya harus memuaskan orang tua saya yang menginginkan nilai yang terbaik dari saya sebai bukti kesungguhan dan tanggungjawab saya sebagai mahasiswi.

Saya memang pernah gagal masuk universitas negeri, tetapi saya tidak ingin gagal di universitas swasta. Meskipun saya tidak mungkin menjadi lulusan terbaik dengan IPK cum load tetapi saya akan berusaha memberikan yang terbaik. Mungkin saya memang tidak bisa membanggakan, tetapi saya akan berusaha untuk membahagiakan kedua orang tua saya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar